Menggapai Ramadlan yang Penuh Berkah, dengan Tetap Berada di Rumah


Menggapai Ramadlan yang Penuh Berkah, dengan Tetap Berada di Rumah | Oleh Isyqie Firdausah

Ramadlan adalah bulan yang sangat dinanti-nantikan oleh seluruh umat muslim di dunia. Hal itu tentu bukan merupakan hal yang mengherankan, mengingat bulan ini memiliki sederet keistimemawaan; keberkahan diturunkan, maghfirah dikucurkan, pahala berbagai amal ibadah dilipatgandakan, dan Allah SWT secara khusus memberikan keistimewaan-keistimewaan.

Tapi, ada yang tidak biasa pada ramadlan tahun ini. Jika pada tahun-tahun sebelumnya, sebelum memasuki bulan ramadlan, masyarakat berbondong-bondong keluar rumah untuk bersorak sorai, bergembira membuat pawai, dan menghiasi setiap sudut desa dengan berbagai pernak-pernik Islami. Tidak kali ini. Tak ada lagi sorak sorai, tak ada lagi pawai, tak ada lagi sambutan hangat akan datangnya bulan suci ini. Bahkan sedikit sekali yang keluar rumah untuk sekedar bersilaturahmi. Semua itu karena bulan suci ini datang di tengah situasi pandemi.

Lalu, haruskah pandemi membuat keinginan beribadah dikebiri? Bisakah kita memaksimalkan ibadah sementara kita tetap berada di rumah?

Ada sebuah pepatah terkenal dalam Bahasa Inggris, “don’t blame the situation you are in, create a better one!” yang kira-kira kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti “jangan salahkan situasi dimana kamu berada di dalamnya, buatlah yang lebih baik!” pepatah itu mengajak kita untuk berpikir positif, untuk mencari emas dalam kubangan lumpur, untuk mengefektikan waktu yang kita punya dan bersyukur bahwa Tuhan masih memberikan kita sedikit waktu.

Situasi pandemi harusnya memperkuat keinginan kita dalam beribadah, bukan memperlemah. Cobaan ini harusnya meningkatkan amaliyah kita, bukan malah menyurutkan. Selain itu, ibadah tidak hanya dapat dilakukan di Masjid atau Mushalla. Jika tak bisa ke tempat-tempat ibadah, kita juga dapat melakukannya di rumah. Jika dicari sisi positifnya, tentu banyak hikmah yang bisa dipetik dari munculnya pandemi ini daripada hanya mengeluhkan kondisi tanpa henti yang tak pernah berujung pada solusi. Dengan banyaknya orang yang tak keluar rumah, bumi yang renta ini dapat bernafas lega, earth is healing itself. Dengan banyaknya orang yang tinggal di rumah, para pekerja yang selalu fokus untuk bekerja, kini dapat sibuk ber-taqarrub pada Tuhannya karena tak tahu kapan saja ajal bisa menjemputnya. Seorang ayah yang tadinya selalu menjadi makmum di masjid, kini mulai belajar menjadi imam shalat untuk anak istrinya. Seorang anak yang biasanya mengaji al-Qur’an di rumah ustadz-nya, kini dapat belajar ditemani sang ayah. Seorang istri yang biasanya tak pernah dibangunkan untuk tahajjud oleh suaminya yang kelelahan bekerja siang dan malam, kini bangun di tengah malam untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Anak muda yang biasanya nongkrong sambil bercanda bersama teman-temannya di café-café, kini di rumah mengambil referensi agama dalam rak buku offline dan online-nya untuk meningkatkan pengetahuan. Orang yang tak pernah serawung karena kesibukannya, kini bahu-membahu bersama warga lainnya untuk membangun portal demi meminimalisasi mobilisasi. Terlalu banyak hal positif yang bisa kita lakukan. Selain itu, yang terjadi saat ini bisa jadi memang cobaan yang diberikan Allah SWT untuk menguji iman kita. Dalam kondisi biasa, kita tentu bisa beribadah dengan maksimal, tapi dalam kondisi yang tidak biasa, bisakah kita? Dalam kondisi sehat, kita tentu bisa mendekatkan diri dengan Tuhan, tapi bisakah kita tetap konsisten beribadah di kondisi yang tidak menentu ini? Seorang yang beriman, pasti akan diberikan cobaan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ankabut, ayat 2:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Artinya:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”

Seorang manusia yang beriman pasti akan diberikan ujian dan cobaan. Itu adalah konsekuensi keimanan yang ia tancapkan dalam hatinya. Tujuan dari ujian ini adalah untuk menunjukkan siapa yang kuat imannya, dan siapa yang tidak, sehingga mereka mendapatkan balasan sesuai dengan amal mereka masing-masing.

Dalam sebuah pepatah Arab, disebutkan:

إذا أتعبك ألم الدنيا فلا تحزن .

فربما إشتاق الله لسماع صوتك وأنت تدعوه ..

لا تنتظر السعادة حتى تبتسم ..

ولكن إبتسم حتى تكون سعيد .. لماذا تطيل التفكير والله ولي التدبير ..

ولماذا القلق من المجهول وكل شيء عند الله معلوم ..

لذلك إطمئن فأنت في عين الله الحفيظ ..

وقل بقلبك قبل لسانك

“jika rasa sakit dari dunia melelahkanmu, janganlah Engkau bersedih”

“mungkin, Allah rindu untuk mendengar suaramu saat berdoa kepadanya”

“jangan tunggu kebahagiaan itu datatang baru kau tersenyum”

“akan tetapi tersenyumlah, agar kau menjadi bahagia”

“mengapa kau terlalu banyak berpikir yang tidak berguna, padahal Allah sudah mengurus semuanya”

“mengapa panik pada sesuatu yang tak kau ketahui, padahal di hadapan Allah tidak tidak ada yang tidak diketahui”

“oleh karena itu.. tenangkan.. Engkau berada dalam pengawasan Allah yang Maha Menjaga”

Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa sebagai orang Mulism, kita seharusnya meningkatkan ibadah, banyak-banyak berdoa dalam situasi yang menyedihkan dan tidak sesuai dengan keinginan kita, bukannya malah terus mengeluh dan tak berbuat apa-apa. Momen seperti harusnya digunakan dengan baik untuk mendekatkan diri kepada Allah, melakukan berbagai macam ibadah, dan meningkatkan panjatan doa sambil tentu terus berikhtiar dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk memutus mata rantai virus yang mematikan ini. Semoga Allah menjaga kita dan keluarga kita dan melancarkan segala urusan kita.

Di situasi pandemi ini, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memberikan berbagai macam kemudahan dan membuka kesempatan yang luas kepada calon mahasiswa baru untuk bergabung menjadi keluarga UIN Suka dengan mendaftar dan mengikuti tes secara ONLINE. Jangan lupa untuk tetap update informasi PMB S1, S2, dan S3 di Instagram, twitter, dan facebook dengan akun @uinsk. Bergabunglah dengan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Unggul dan Terkemuka. [ Isyqie Firdausah ]